Wali Kota Salatiga, Yuliyanto, SE, MM, menekankan bahwasanya scoring Indeks Kota Toleran didasarkan pada regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial, serta demografi agama, yang menyangkut heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan. Selain variabel diatas, dimasukkan pula aspek gender, inklusi sosial, dan partisipasi masyarakat sipil sebagai konsiderasi penilaian.
Melalui variabel tersebut dapat disimpulkan telah terjadi sinergi yang sangat erat antara Pemerintah dengan masyarakat Kota Salatiga. Dimana Pemerintah mengeluarkan program, kebijakan, dan regulasi yang menjunjung tinggi toleransi, kemudian disambut serta diimplementasikan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat, seperti Toga, Toma, Institusi Pendidikan, Organisasi Kemasyarakatan termasuk Percik, serta masyarakat di tingkat akar rumput.
“Bagi saya, memelihara toleransi di kota yang sering dijuluki sebagai “Indonesia Mini” adalah suatu hal yang mutlak dilakukan. Mengingat, Kota Salatiga adalah barometer ketentraman dan keamanan nasional. Untuk itu, membuat kebijakan yang sarat toleransi, mengimplementasikannya, kemudian memompa semangat seluruh elemen untuk merawat toleransi adalah upaya yang terus menerus kami kerjakan,” terang Yuliyanto pada acara Peace Train Indonesia (PTI) ke-12 di Salatiga, Sabtu (24/4/21). Kegiatan ini sebagai hasil kerjasama Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dengan Yayasan Percik dan Sobat Muda Salatiga.
Yuliyanto juga berpesan kepada seluruh peserta Peace Train untuk terus menyemaikan perdamaian di kota-kota yang mereka singgahi, sebab Indonesia perlu generasi muda yang mau dan mampu untuk meng-counter radikalisme, primordialisme, serta perilaku-perilaku yang memecah belah persatuan.
“Jadikan Empat Pilar sebagai landasan hidup, sehingga nyala api perdamaian akan senantiasa terasa di seluruh penjuru tanah air,” tandas Yuliyanto.
Sementara, Direktur Pelaksana Yayasan Percik, Haryani Saptaningtyas, mengaku menyambut baik kegiatan PTI dan bangga menjadi tuan rumah bagi perwakilan generasi muda se-Indonesia. Menurutnya, Peace Train sebagai upaya kecil yang akan berdampak besar dan berkelanjutan dalam mewujudkan Indonesia damai dan bermartabat.
“Saling menghormati meski berbeda keyakinan dan latar belakang perlu terus ditanamkan bagi generasi muda,” tutur Haryani.
Untuk diketahui, PTI merupakan program travelling lintas iman/agama dengan menggunakan mode kereta api, menuju ke satu kota yang telah ditentukan. Di kota tujuan, peserta akan mengunjungi komunitas agama-agama, komunitas penggerak perdamaian, rumah-rumah ibadah, dan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai aktor penting toleransi dan perdamaian antar agama. Mereka juga akan berproses untuk saling belajar, berbagi cerita, berdialog, bekerjasama, mengelola perbedaan, berkampanye, dan menuliskan pengalaman perjumpaan dalam semangat kebersamaan dan persaudaraan.
Comments are closed